Thursday, December 27, 2012

Unpredictable one,may be the desirable one


“Haiii !!!!! Awas kamu ya!!!”
“Weeeekkk….sukurin…sukurin…sukurin…”, Balas si Fani dengan mata melotot ke atas dan mulut ditarik kesamping dengan kedua ibu jarinya, seperti kelinci
Humm..humm..humm…huu mae….Terdengar suara tangis si Anis dengan rambutnya yang berlumuran oli bekas. Si Anis berjalan tanpa liat arah, dia telusuri rerumputan di tepi jalan sawah hingga air matanya kering sesampainya di rumah.
GLUBRAKK!!!!
Tangisan si Anis semakin kencang, ditambah dengan jeritan yang spontan keluar dari mulut si Anis. Rupanya, kepalanya kejatuhan batang sapu sawang(baca:sapu langit-langit) setelah ia mendobrak pintu belakang rumah.

AAAAA…………!!
Teriakan yang melengking itu seketika membangunkan si Anis dari tidurnya. Dibukalah matanya lebar-lebar, satu ekspresi kaget yang luar biasa. Dalam hitungan beberapa detik, si Anis dipaksa berdiri oleh kakaknya dan ditinggalkan sendirian di dalam kamar mandi. Si kakak lari-lari memanggil ibunya.
“Mae…. itu si Anis nggak rupa orang”
Sang ibu pun kaget dan langsung mengikuti langkah si kakak menemui si Anis. Melihat si Anis yang mematung di kamar mandi, sang ibu pun spontan berkata
Astaghfirullahal’adzim..
Lantas ibu langsung memandikan si Anis sambil menceramahi bocah kecil itu.
“Mainan kok bisa sampai mandi oli kayak gini sih.. tadi main sama siapa??  Makanya, kalau main jangan sama anak cowok. Main itu, sama putri. Main kok ke sawah, kayak bocah ilang aja!”
Si kakak tampak iba, tapi juga kesal karena ulah adiknya yang mengotori ubin dari pintu belakang hingga ke kamar mandi. Di gosok-gosokkanlah kain pel itu dengan kasar oleh si kakak dan tak terasa, ubin-ubin itu kembali bersih. Si Anis pun sudah berpakaian rapi, wangi dengan rambutnya yang bersih kembali.
***
Suara gemerincing piring di lantai depan TV itu biasa terdengar di pagi hari sekitar jam 06.30 di hari aktif dan jam 08.00 di hari minggu. Seperti biasa, sebelum berangkat ke sekolah si Anis memasukkan uang sakunya ke dalam saku rok merahnya. Beruntung kali ini saku roknya sudah dijahit oleh si kakak, jadi di sekolah dia bisa jajan.
ADUH !!!
Tiba-tiba si Anis bersuara tepat saat ekor rambutnya ditarik dari belakang. Mukanya kini mendadak serem lagi. Dilihatnya kedua bola mata si Fani dengan kesal. Kekesalannya bertambah melihat si Fani yang malah tersenyum lebar.
“Gini dong…kan nggak bau lagi rambutnya, tapi kutunya masih ada nggak?”
Kejar-kejaran antar dua bocah kecil pun tak terelakkan, sampai-sampai si Anis lupa dengan basgor (baca:bakso goreng) yang dipesannya pada mbak Binti. Semua anak-anak berseragam merah putih tak mau melewatkan adegan lucu itu. Ya, jika si Anis dan si Fani mulai ribut pastilah jadi tontonan seru.



***
 “Anis !!!”
Lamunanku seketika terpecahkan oleh bentakan kecil dari partner kerjaku, Yeyen.
“Kamu ini gimana sih? Jawab dong pertanyaan Pak Manajer”
Dengan wajah yang masih setengah kosong, ku mencoba merangkai kalimat jawab.
“Em..saya mencoba untuk menjawab pertanyaan Bapak. Em…jadi, kami menggunakan bahan karena kualitasnya cukup bagus untuk sekala home industry ” Berhenti sejenak. “Em..”
GUBRAKK!!!
“Saudara ini gimana sih? Tidur ya? ini sudah siang mbak!!!”, bentak bapak manajer itu dan beliau melanjutkan kalimatnya.
“Pertanyaan saya itu, dimana dimana kita mendapatkan bahan dengan kualitas sebagus itu? Kok nggak nyambung sih, dari tadi!”
“Mohon maaf Pak, atas kekeliruan kami. Saya akan mencoba menjelaskan tempat-tempat…….”, Yeyen mejelaskan dengan gamblang jawaban atas pertanyaan itu
Presentasi kami pun selesai dan aku pun langsung kembali ke meja kerja menatap kosong kotak pensilku. Datanglah Yeyen menghampiriku.
“Kamu itu kenapa sih? Tumben, kayak orang kesambet gitu?”
Aku pun hanya menggeleng-gelengkan kepala pelan dengan pandangan tetap kosong. Setelah saling berdiam diri dalam beberapa menit, tanpa ragu ku bertanya.
“Terus rencana kita apa Yen?”
“Anis, rancangan kita kan sudah disetujui. Ya sudah, mulai kita jalankan aja sesuai schedule. Plis deh Nis, bagun dong…kamu ini kenapa sih?” Yeyen tampaknya mulai geram melihat ekspresi wajahku.
“Hai… do you need a coffee? or a glass of  jasmin tea?” , Yeyen mulai menghiburku seperti biasa dengan senjata andalan  jasmin tea
“Oke tante, yuuk..”, jawabku dengan nada manja
Di kafe itulah, aku mulai tersenyum kembali setelah curhat tuntas ke Yeyen tentang sikapnya yang aneh. Sebagai rekan sekaligus sahabat yang baik, dia memberikan nasihat padaku untuk menjadi orang yang sabar dan lebih tenang, staycool. Memang, terkadang cara orang menegur kita itu beda-beda. Ada yang selembut sutra dan ada pula yang seperti gergaji. Semua itu merupakan salah satu sarana membuat kita lebih bijak, lebih bisa memaknai arti hidup. Saat emosi kita tak terkendalikan saat ada sedikit sentilan dari orang lain maka bersiap-siaplah untuk menyandang rasa gelisah nantinya. Marah itu perbuatan seketika yang merugikan ke depannya dan yang pasti membuat diri kita tak nyaman.
Usai kejadian di kafe itu, kami memulai langkah petualangan yang baru, benar-benar baru karena ini pertama kali aku dipindahkan di bagian research and development. Tiga minggu terakhir kulalui dengan menjalankan pekerjaan satu demi satu sesuai schedule. Tak hanya itu, aku dan Yeyen tak jarang pula ikutan nggowes(bersepeda keliling kota). Karena hidup tak hanya untuk bekerja, butuh olahraga dan lain-lain. Tak sekali, dua kali bahkan berkali-kali kami ditegur pimpinan. Tapi, ku selalu mencoba mengingat kalau marah itu merugikan aku sendiri. Lagipula, setelah dipikir-pikir apa yang dikatakan beliau juga ada benarnya, hanya saja penyampaiannya kurang bisa diterima. Ya… itulah hidup, tiada indah tanpa relief yang berkelok-kelok. Bahkan semakin rumit relief itu, semakin indak pula dinding kehidupan.
Hidup itu selalu ada cobaan, tantangan dan ketika kita benar-benar merasa tidak bisa menyelesaikannya bisa jadi kapasitasmu sampai segitu saja. Tetapi kalau kita bisa menyelesaikannya berarti kapasitas kita akan meningkat. Sedangkan manusia tidak akan diberi cobaan yang lebih berat dari kemampuannya. Jadi, pilihannya ada dua. Yakin bisa menyelesaikannya dan yakin bisa menyelesaikannya
Kalimat itu masih terngiang ditelingaku, kalimat yang seringkali tiba-tiba muncul dalam benakku manakala aku merasa tak kuat menanggung beban. Teringat kalimat itu, teringat pula akan kebaikan-kebaikan seorang sahabat. Sebut saja namanya Hadi. Dia lah yang pertama kali menyampaikan kalimat itu saat kumerasa drop di akhir masa kuliahku di Jogjakarta. Entah, sekarang si Hadi bagaimana kabarnya, satu bulan setelah wisuda, ia menghilang entah kemana. Mungkin dia sudah di Amerika, melanjutkan kuliahnya disana atau dia pulang ke kampung halamannya atau sebenarnya di dekat dengan tempat kerjaku saat ini tetapi aku tidak tahu. Ya, terkadang terlintas dalam benakku suatu keinginan bersua kembali dengannya. Menyaksikan bahkan merasakan kebijakan dan ketulusan hatinya. Sejak kami berpisah, hanya rekaman perjalanan kami yang bisa kulihat. Satu folder foto tentang aku, dia dan mereka teman-teman yang ikut serta melengkapi, menghiasi hari-hariku. Tak hanya itu, catatan-catatan kalimat motivasinya masih kusimpan dalam memori laptoku, emailku, dan hatiku. Meski semua itu tinggal kenangan, ku tetap berharap aku masih bisa bersua dengannya, bisa saling berbagi dengannya, saling tersenyum sama lain. Itulah pintaku.
“Nis, laporan minggu ini sudah kamu serahkan ke Pak Fani? Jangan sampai kamu buat masalah lagi dengan beliau lho. Aku nggak mau ndengerin tangismu lagi, apalagi menyaksikan tingkahmu yang aneh kayak orang kesambet. Ih, ogah deh”
Aku hanya tersenyum kecil, teringat kebodohanku saat menghadapi pimpinanku yang satu ini. Super kritis, super pedas dan tak tampak senyum sekalipun untuk kami. Yang ada tertawaan karena kesalahanku yang menurutku itu masala sepele. Berbicara tentang beliau, rasanya semakin membuat hatiku makin panas saja, sudahlah.
Kuberjalan dengan membawa satu map hijau dan laptop miniku untuk persiapan meeting siang ini. Tapi sebelumnya, tak lupa aku mampir ke kantin untuk makan siang. Menu favorit yang hampir tiap hari membuatku menukarnya dengan uang Rp 15.000,00 yaitu nasi goreng pakai sayur dan nggak pakai saos dengan 3-5 lombok segar yang siap kugigit.
Presentasi pun berjalan lancar, tapi nggak asyik tanpa kritik dari beliau yang terhormat. Siapa lagi kalau bukan Pak Fani. Kali ini, giliran bahasa inggrisku yang tak karuan. Salah grammer disana-sini. Bagiku, dimarahi atau ditegur beliau sudah wajar. Memang sih, aku harus meng-upgrade kemampuang bahasa inggris ku. Secara, perusahaan ini cukup punya nama besar dan tentunya kesalahan-kesalahan kecil layaknya yang sering kulakukan tak seharusnya masih ada.
Kerja, belajar, apapun yang kita lakukan harusnya dikerjakan dengan totalitas, jangan setengah-setengah. Emangnya kamu mau dapat nilai setengah-setengah? yang seharusnya dapat 10 jadi 5, emangnya kamu mau dapat cowok setengah-setengah? setengah laki, setengah perempuan? emangnya kamu mau dicintai setengah-setengah? pagi cinta, sore benci. Nggak mau kan? Ya sudah, lakukan saja semaksimal mungkin. Nggak usahlah menuntut nilai terlalu tinggi kalau memang nggak sesuai dengan yang kamu korbankan. Iya kan?  
Kalimat bijak dari si Hadi kembali melaju kencang dalam saraf otakku. Lagi-lagi aku mengingatnya, mengingat kalimat-kalimat mutiaranya. Entah sampai kapan aku akan menunggu keadirannya kembali. Ditengah-tengah harapanku, satu pertanyaan mengusik diriku: kenapa dari dulu aku merasa biasa saja saat dekat dengannya ya? nasihat-nasihat itu saja yang selalu kuingat. Sekarang, giliran orangnya nggak ada,eh..malah berharap bisa bertemu kembali.Hemm..aneh! atau jangan-jangan aku terlalu egois ya? masa’ nggak pernah mikirin perasaan dia? Aduh…jangan-jangan sebenernya dia?? sebenarnya aku?? Oh No! Ada apa denganku??
Langkahku terhenti sejenak, sesuatu telah menghalangi langkahku. Ku pungutlah pena hitam yang jatuh tepat di depanku dan dengan buru-buru, pemilik pena itu mengambilkan kemudian berlari sambil berkata Thanks ya!
Siapa ya orang itu? kayak kenal?Nggak tahu lah..ngapain mikirin orang itu.
***

“Maaf, saya terlambat”, sapa seorang laki-laki berkemeja hijau muda dengan dasinya yang serasi. Tampaknya dia cukup kaget karena di ruangan hanya ada satu orang bapak-bapak yang tengah menata meja rapat. Ditambah lagi ritme nafasnya begitu kencang layaknya orang habis dikejar-kejar penjahat.
“Maaf Pak, meeting hari ini pindah kemana ya?”
“Dipindah? Maksudnya? Ini saya lagi menyiapkan ruangan buat meeting
Ringtone ponsel berdering
“Iya Pak, saya sudah di ruangan ini Pak? apa si Hendro nggak berangkat bareng Bapak?”
“Saya kira jam satu Pak… Berarti saya menunggu disini saja ya Pak?”
Senyuman tipis terlempar ke arah Yeyen yang lewat di depannya. Usai terputusnya pandangannya, lalu dimainkannya tombol-tombol ponsel hitam itu. Setengah jam berlalu, kini kursi-kursi dalam ruangan meeting yang kosong jadi penuh.
Meeting pun dimulai. Semua pandangan tertuju pada layar. Presentasi dari partner kerja perusahaan ini berjalan lancar. Namun, adasatu kejanggalan yang tak biasanya ditemui. Ada sinyal-sinyal kerinduan yang tampak dari dua orang dalam ruangan itu. Ya, disini lah pertemuan yang tak sengaja, pertemuan yang sudah lama diharapkan Pak Fani. Sejak wisuda S2 nya, dia tak bertemu lagi dengan orang ia pandangi saat ini. Sejuta kalimat terbendung dalam diri Fani. Ingin rasanya, dia menguraikan kalimat itu berjam-jam bahkan berhari-hari bersama si dia. Namun, dia pun harus rela menunggu meeting kali ini selesai demi profesionalitas kerjanya.
“Hadi !!! ”, teriak Pak Fani usai satu per satu meinggalkan ruang meeting. Pak Fani pun mendekatinya dengan rasa berbunga-bunga. Senyumnya tak kepalang, bagai rekahan bunga mawar merah yang segar. Dengan tiba-tiba, dipeluknya si Hadi erat-erat. Maklum, sudah tujuh tahun mereka tak bersua bahkan tak ada kabar satu sama lain.
Hadi masih tertegun. Ada keraguan dalam diri Hadi akan sosok di depannya. Dalam hatinya berkata, “Sepertinya aku kenal bapak ini”
“Maaf Pak, kenapa Bapak menangis?”, tanya Hadi
“Hadi, ini aku, Fani. Tidakkah kamu mengingatku?”
“Realy? Alfan Ilyasi? ”
“Iya… Alfan Ilyasi alias Fani si manusia bola”
“Wow! I’ts amazing! I don’nt believe it”, sahut si Hadi
Mereka berdua pun akhirnya bisa ngobrol santai sesuka mereka. Bahkan, ketika pelayan restoran menanyakan menu pesanan mereka, hampir tak terdenga oleh Fani dan Hadi. Di sini lah, sebuah misteri hilangnya jejak si Hadi dan sebuah rahasia dibaliknya akan terungkap. Ternyata, si Hadi secara tiba-tiba pindah tempat tinggal ke Papua. Kala itu, dia tengah mendapat masalah besar yang menimpa keluarganya sampai-sampai dia kehilangan ponsel-nya karena kecerobohannya yang makin parah.
“Hadi, taukah engkau? Aku telah lama menunggunya hingga ia menyadari kalau aku sangat mencintainya. Dulu, kamu yang menyarankan aku untuk menyampaikan secara langsung padanya, Tetapi sungguh aku tak sanggup berkata apapun di depannya. Sikapku yang ketus padanya tak juga hilang dari dulu. Aku ingin bersikap selayaknya orang menunjukkan kasih sayang pada orang yang amat dicintainya, tapi aku tak bisa”, Fani menghela nafas kemudian terdiam sejenak.
“Apakah surat yang aku berikan justru membuatnya illfill ?”, tanya Fani dengan mimik melas
Mendengar kata “surat”, jantung Hadi berdegub begitu kencang sampai-sampai keringat dinginnya keluar begitu saja. Memori daam otaknya berputar kencang, menampilkan rekaman kejadian 7 tahun yang lalu.
Kala itu, Fani menitipkan sepucuk surat untuk diberikan pada si Anis, gadis yang ia cintai sejak SD. Fani memang sengaja tak memberikan langsung padanya, karena memang kampus Fani dan Anis lintas pulau, sedangkan Hadi satu kampus dengan Anis. Sebenarnya bukan jarak yang menjadikan Hadi tak menyampaikan langsung. Lagian, si Fani juga dijuluki manusia bola karena hobinya yang berputar, keliling kota bahkan pulau hingga pelosok. Hampir setiap tiga bulan sekali, ia mbolang. Seperti halnya yang diungkapkan si Fani tadi, dia tak mampu menyampaikan isi hatinya secara langsung, bahkan tersenyum pun hampir tak pernah meskipun sekarang ia bekerja pada satu perusahaan. Itulah cinta, terkadang mampu empunya kelu, tak berdaya untuk menyatakannya. Sikapnya yang ketus sejak SD, bukan berarti dia benci pada Anis, atau dia jahat. Namun, karena Fani memang benci dalam artian begitu mencintainya.
“Hadi..”, tanya si Fani lembut
“Eh..iya.. terus gimana ceritanya?”, Hadi balik bertanya tanpa tahu apa yang dikatakan Fani barusan. Hadi masih shock mendengar kata surat, ada hal bodoh yang ia sadari saat ini. Ketika itu memang Hadi menerima surat bersampul perak yang diberikan sahabatnya kala Hadi menghadiri acara wisuda sahabatnya itu. Tapi, sesampainya ia di kampusnya kembali ia benar-benar lupa akan surat itu. Padahal, dia sering sekali bertemu dengan Anis, sering sekali menceritakan keadaan Anis pada Fani karena itu memang permintaan si Fani agar tetap bisa menjaga Anis. Setiap kali Anis ada masalah dan menceritakannya pada si Hadi, Hadi pun menceritakan kembali pada Fani. Dan kalimat-kalimat bijak yang Anis masih mengingatnya sampai saat ini, itu adalah nasihat Fani pada Anis.
“Ya..sekarang aku emang deket sama dia, maksudnya tempat kerjaku kan berang dia. Tapi, antara aku dan dia masih tetap nothing special. Kadang aku berpikir, apa dulu dia mentertawakan isi suratku ya? Emang sih, aku bukan orang yang puitis dan bukan orang yang romantis. Tapi aku nggak mau pura-pura puitis, romantis. Itu justru bakalan menyakitkan. Iya kan?”, Fani meneguk jus melonnya
“Atau, dia nggak sudi baca surat itu ya? Sebenernya dia mau menerimakua atau tidak, itu hak dia. Aku rela kalau misalnya dia nggak menerimaku. Aku hanya ingin dia tahu kalau akau sangat mencintainya. Suatu kebahagiaan luar biasa manakala dia mau menjadi pendampingku. Mungkin itu hanya menjadi mimpiku kali ya…nggak apa lah, yang penting dia bahagia, dia menjadi lebih baik setiap saat. Bertahun-tahun tak bertemu sejak SMP, sekali ketemu di kerjaan aku bangga melihatnya. Dia lebih bisa merawat diri, nggak jorok. Dia bisa perhatian sama kesehatannya sendiri, tanpa ibunya ngomel-ngomel buat sarapan”
“Wah….perkembangan bagus dong. Hemm…gitu-gitu juga berkat kamu juga Fan.. Kan kamu yang selalu menasihati dia, memperhatikannya. Ya, meski nggak langsung si…”
Fani hanya tersenyum.Tampaknya, bebannya menahan gundahan hatinya sedikit berkurang. Untungnya, dia punya sahabat seperti Hadi yang pengertian dan baik hati. Berbeda dengan Fani, Hadi justeru bingung, tak tahu harus mulai darimana untuk menebus kesalahannya karena kelalaiannya untuk menyampaikan surat itu. Ya, surat yang selama 7 tahun entah dimana sekarang, ada atau tidak.
Pertemuan Hadi dan Fani dilanjutkan via ponsel dan YM. Komunikasi mereka kembali lagi seperti waktu kuliah dulu. Hanya saja, Hadi masih merasa bersalah dan hampir 1 bulan dia mencari surat itu, tapi tak kunjung ketemu.
***
“Hadi, tolong kamu pelajari lagi ya konsep dasar polimerisasi. Sepertinya kita perlu mengembangkan material sebelumnya”, perintah bos pada Hadi
“Iya Pak”, Hadi kemudian menghela nafas. Dalam hatinya dia berkata OMG..kembali membuka buku tebal itu lagi. Hemm…it’s oke kalau memang ini tantanganku.
Hadi kemudian menghubungi adiknya di rumah untuk mengirimkan buku itu. Dalam waktu 2hari akhirnya diterimalah buku itu. Ia pelajari pelan-pelan, tapi tetep saja katanya susah. Maklum, sudah lama tak membuka buku itu. Ia pun akhirnya curhat pada Fani seperti halnya ia menyakan keruwetan mata kuliahnya dulu ke Fani, tapi ya yang didapatkan bukan penjelasan mata kuliah itu melainkan kalimat motivasi yang pada akhirnya Hadi bisa menyelesaikannya dengan belajar sendiri. Itulah Fani, jago banget memotivasi orang meskipun dari luar dia tampak jutek banget.
Di tengah-tengah asyiknya Hadi membuka bukunya, tiba-tiba jatuhlah benda tipis dari dalam bukunya. Ya, itulah surat yang selama ini dia cari-cari. Wajah Hadi seketika berubah dengan senyum lebarnya. Dia pun berputar-putar, meloncat-loncat di kamar tanpa peduli sekitarnya. Dia mulai memikirkan bagaimana memberikan surat itu pada Anis. Tampaknya tak mudah bagi Hadi untuk melakukan itu, semua menjadi rumit. Kali ini, tak mungkin ia curhat pada Fani, justeru dia berfikir bagaimana agar Fani tak tahu kejadian sebenernya. Hanya gara-gara ia lupa 7 tahun silam, sekarang ia berpusing-pusing menebus kesalahannya itu.
Sejak pertama bertemu kembali dengan Fani, tak pernah Hadi bertemu Anis. Mungkin bagi Fani tak sangat aneh jika mengajak ketemuan dengan Anis karena selama ini dia selalu bersikap jutek, apalagi mengenalkan Hadi karena selama ini Anis tak tahu kalau Fani mengenal Hadi. Bagi Hadi, aneh juga jika tiba-tiba minta dipertemukan dengan Anis. Apakah permintaannya justeru menyakiti perasaan Fani jika dikira Hadi merindukan Anis?
Hari demi hari, akhirnya Hadi menemukan cara itu. Pertemuan itu pun terjadi.



Dilihatnya seorang gadis cantik berbalut baju hijau muda mencari-cari sesuatu, tengok kanan-kiri-depan dan belakang. Anis penasaran kenapa si Yeyen memaksanya datang ke tempat itu. Seorang anak kecil tiba-tiba datang memberikan kotak kecil padanya. Dibukanya kotak itu, ternyata nothing special . Bungkusan koran di dalamnya ia buka, ternyata surat itu yang kudapatkan. Jantungku berdegub kencang, kucoba duduk di bangku taman itu dan kubuka amplop perak. Terbacalah coretan pena ini:
Teruntuk:  insan istimewa yang telah mengetuk hatiku
Assalamu’alaikum.wr.wb
Wahai pemilik alis tebal, bagaimanakah kabarmu?Sudah lama ku tak jumpa denganmu. Mungkin bukan angin yang membawamu jauh dariku, mungkin juga bukan air sungai. Mungkin bukan burung merpati yang memberiku kabar tentangmu, mungkin saja bukan spora.
Mungkin saja pemilik alis tebal yang sedang membaca surat ini terheran-heran atau bahkan terharu, ku tak tahu. Yang ku tahu,sosokmu membuatku berani menuliskan kalimat-kalimat ini untukmu seorang. Mungkin saja sejuta laki-laki mengidolakanmu, mungkin saja sejuta orang tua mengharapmu menjadi menantunya. Tapi yang pasti, diri ini sungguh mengagumi pribadimu yang tak sekedar kagum. Diri ini Parasmu sederhana, tapi hatimu sangat amat indah, gemerlap penuh cahaya. Sosokmu membuatku tak bisa tidur nyaman, tak bisa makan enak manakala tak ada kabar darimu. Ku ingin selalu menyayangimu, melindungimu dan ku benar-benar cinta padamu.  
Maafkanlah jika kau tak nyaman dengan kata-kataku ini, jika kau terganggu dengan curahan hatiku. Ku tak ingin kau bersedih, tak ingin kau susah. Ku hanya ingin mendengar dan melihatmu bahagia. Bukan maksud hati untuk mengusik ketenanganmu dengan surat ini. Ku hanya mencoba untuk mengungkapkan isi hatiku. Bertahun-tahun ku menunggu saat ini, menunggu hingga aku siap mendampingimu sebagai seorang kepala keluarga.
Wahai pemilik alis tebal, bolehkah aku memanggilmu dinda? Bersediakah engkau menjadi pendamping hidupku?
Akan ku tunggu jawabanmu sampai engkau siap menjawabnya. Ku rela menunggu sampai kapan pun karena ku tahu, tak mudah memberikan jawan atas pertanyaanku ini sedangkan engkau tahu bagaimana sikapku padamu sejak pertama kali bertemu. Sungguh semua itu bukan karena ku benci atau kesal padamu. Ku hanya ingin engkau menjadi wanita hebat, kuat dan bahagia.
Wassalamu’alaikum.wr.wb
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Membaca surat itu, pikiranku melayang, berputar tak tahu kemana. Baru kali ini kuterima kata-kata seperti itu. Dalam keadaanku itu, datanglah seseorang menemuiku.
“Ehm !!!”
Dan kali ini ku makin melayang tinggi, badanku lemas tak karuan, jantungku berdegub makin kencang, tak terasa air mata pun membasahi pipiku. Sosok yang di depanku ini akhirnya muncul juga di hadapanku setelah lama kumenantikan pertemuan ini. Aku rindu akan motivasinya, perhatian dan pertolongannya. Namun, kenapa Hadi hanya tersenyum kecil? Aku pun segera menundukkan kepala dan mengusap air mata.
“Anis, sudah kau baca surat itu? Tadi memang kutitipkan surat itu pada anak kecil untuk memberikan padamu”
Mendengar kalimat itu, ku terperanjat. Senyumku tak kepalang bagai mendapat runtuhan emas batangan. Ternyata, surat ini dari Hadi? Untukku?
“Kamu kenal Fani?”
Ku mengangguk dalam kebingungan. Kenapa ia tiba-tiba menyebut nama Fani?
“Surat itu tulus dibuat oleh Fani untuk mengungkapkan isi hatinya. Dan surat itu selama 7 tahun tak dibuka dan dibaca oleh siapapun. Sungguh aku mohon maaf karena aku baru menyampaikan titipan Fani itu kepadamu”
Perasaanku kacau, pusing, tak tahu sandiwara apakah ini? Sekenario siapakah ini? Ku dibuat bingung oleh keadaan ini.
“Maksud kamu?”, ku tanyakan kejelasan pada Hadi
“Iya, sejak dulu ia mencintaimu hingga sekarang. Tapi, ia tak bisa menyampaikannya langsung kala itu. Dan saat ini, dia pun masih menunggu jawaban darimu. Itu yang Fani katakan padaku”
“Bagaimana ku bisa percaya padamu?”
“Tenang, sebentar lagi ada kejutan buatmu”
Datanglah Fani bersama Yeyen.
“Anis, Hadi? Kalian ngapain berdua disini? Apa-apaan kamu Hadi?”, tanya Fani ketus
“Kamu lihat kan Anis, dia cemburu melihat kita berdua. Itu tandanya, dia amat mencintaimu”, kata Hadi pada Anis
“Tenang Pak, Hadi tidak sendirian kesini. Tuh, tunangannya menunggu di bangku itu”, Yeyen menjelaskan
“Mira, sini dong gabung”
Mira pun ikut bergabung bersama mereka sekaligus membagikan undangan pernikahannya dengan Hadi.
Kini, aku tak kuat lagi menahan shocking terapy ini. Tiba-tiba mataku terutup dan ku terjatuh, ku tak sadarkan diri. Dan tahu-tahu aku sudah berada di rumah. Aku bergegas untuk pulang ke rumah untuk menemui ibuku. Semua ini terlalu rumit untuk ku pendam sendiri. Saat ini, ku tak peduli dengan mereka semua. Aku ingin pulang!
***
Ditemani bintang di langit, kuceritakan semua kejadian itu pada ibuku. Hanya ibuku yang paling mengerti tentangku. Ibu pun setia mendengarkan ceritaku.
“Mak, lantas harus kuserahkan pada siapa cintaku ini? Aku masih belum menerima sosok Fani yang selama ini justeru selalu ketus padaku. Sejak dulu, sejak SD. Sementara selama ini, aku merasa nyaman dengan Hadi hingga ku sangat merindukannya. Tapi, dia sudah mau menikah”
“Nak, cinta sucimu hanya untuk Sang Pencipta cinta. Hanya untuk Allah semata. Masalah memilih pasangan hidup, tanamkanlah bahwa cintamu hanya untuk-Nya. Kamu mencintai suamimu juga sebagai bukti cintamu pada-Nya”
“Iya Bu, aku tahu. Tapi aku tak tahu dengan perasaanku saat ini mau dibawa kemana”
“Cintailah orang yang tulus mencintamu, bukan mengharapkan seseorang yang sudah menjadi milik orang lain karena itu akan menyakiti hati orang lain. Dan ibu lihat, kamu itu hanya mengagumi motivasi-motivasi dan perhatian yang Hadi berikan dulu kan? Dan semua itu bukan murni dari Hadi kan? Melainkan dari Fani. Bisa jadi sebenarnya kamu tak mencintai Hadi, tapi Fani”
“Nggak tahu mak..“, Ku teteskan air mata dalam pejamku
“Isikhorohlah untuk meminta yang terbaik bagimu… Sudah malam, ayo tidur. Kamu butuh istirahat”
Pagi ini, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah. Dia adalah Fani bersama keluarganya. Ku buka pintu itu sekaliyan aku mau pergi ke kantor pos, mengirim surat balasan. Tapi, orang yang akan kukirimi surat ternyata sudah ada di depanku. Kali ini beda, tak seperti makan bakso super pedas, super panas di siang hari tanpa minum. Kebiasaan atmosfer di antara kami tergantikan oleh sejuknya angin di kala paginya Puncak Bromo, tetapi seketika berubah lagi menjadi dinginnya es balok Pak Warman hingga semua organ tubuh tak bisa merasakan rasa. Bibir kelu, tangan kaku dan kaki pun serasa terbelanggu. Senyuman manis mulai beriringan menyambutku. Sepertinya itu senyum seorang ibu, bapak, dan kedua kakak Fani.  
Hiasan rumah pun menjadi saksi. Uraian kata yang tersimpan rapi dalam amplop di tangan Anis itu berselancar, berseru ke telinga setiap orang dalam ruang tamu itu. Satu hal yang dipegang oleh Anis yaitu nasihat ibunya: “Cintailah orang yang tulus mencintamu, bukan mengharapkan seseorang yang sudah menjadi milik orang lain karena itu akan menyakiti hati orang lain”


Monday, December 3, 2012

Rigor mortis

Pernahkah Anda mendengar kata "Rigor mostis?". Beberapa sumber menyatakan bahwa Rigor mortis atau lebih dikenal kaku mayat adalah salah satu tanda fisik kematian, dimana kekakuan terjadi secara bertahap hingga 24 jam setelah pasca kematian. Rigor Mortis terjadi akibat hilangnya ATP dari otot-otot tubuh manusia. ATP digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin pada otot sehingga otot dapat berelaksasi, dan hanya akan beregenerasi bila proses metabolisme terjadi, sehingga bila seseorang mengalami kematian, proses metabolismenya akan berhenti dan suplai ATP tidak agan terbentuk, sehingga tubuh perlahan-lahan akan menjadi kaku seiring menipisnya jumlah ATP pada otot.

Adapun kronologi Rigor mortisa dapat dijabarkan sebagai berikut:
> Saat kematian terjadi, ikatan antara aktin dan myosin di otot manusia akan menetap menggumpal
> Terjadilah kekakuan jenazah dimulai dengan kelopak mata, leher, dan rahang. Urutan ini mungkin karena perbedaan kadar asam laktat di antara otot-otot yang berbeda, yang sesuai dengan perbedaan dalam tingkat glikogen dan berbagai jenis serat otot.
> Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem (setelah kematian)
> Ciri fisik akan semakin dapat teridentifikasi hingga mencapai titik maksimal pada 12 jam postmortem
> Setelah itu, ciri ini akan berangsur-angsur menghilang sama seperti dengan kemunculannya
> Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi

Tak hanya pada manusia, rigor mortis juga terjadi pada hewan sembelihan. Pada ternak yang mengalami kecapaian/kelelahan atau stress dan kurang istirahat menjelang disembelih akan mengjhasilkan persediaan ATP yang kurang sehingga proses rigor mortis akan berlangsung cepat. Demikian pula suhu yang tinggi pada saat ternak disembelih akan mempercepat habisnya ATP akibat perombakan oleh enzim ATPase sehingga rogor mortis akan berlangsung cepat. Waktu yang singkat untuk terbentuknya rigor mortis mengakibatkan pH daging masih tinggi (diatas pH akhir daging yang normal) pada saat terbentuknya rigor mortis. Jika pH >5.5 – 5.8 pada saat rigor mortis terbentuk dengan waktu yang cepat dari keadaan normal maka kualitas daging yang akan dihasilkan menjadi rendah (warna merah gelap, kering dan strukturnya merapat) dan tidak bertahan lama dalam penyimpanan sekalipun pada suhu dingin.



Beberapa penelitian telah dilakukan untuk medapatkan kualitas optimum pasca penyembelihan dan fase rigor mortis ini merupakan faktor penting didalamnya.

Wahai kawan, jika para ilmuan telah melakukan beberapa penelitian untuk mendapatkan kualitas daging terbaik... tidakkah kita berupaya semaksimal mungkin agar kelak bisa mendapatkan "khusnul khotimah?". Kembali kepada Allah(setelah meninggal dunia, tentunya) dalam keadaan sebaik-baiknya?

Mari senantiasa berdzikir, mengingat Allah dan juga menjadikan "kematian" sebagai pelajaran hidup kita di dunia dan akhirat. Semoga Allah senantiasa memberi rahmat pada kita semua, menerima kita di sebaik-baiknya tempat-Nya.Amiiin

#semoga bermanfa'at

Saturday, December 1, 2012

Buah-buahan pun menjadi Matang

Gradasi warna yang ditampilkan pisang-pisang di atas tertata begitu rapi, indah dilihat. Tak hanya itu, pisangnya pun enak dimakan(yang nomor berapa?). Selera tiap orang tentu tak semua sama, ada yang suka pisang agak matang, cukup matang dan ada pula yang sangat matang. Apakah yang membedakannya?

Berdasarkan wawancara dengan beberapa teman-teman, semakin kuning rasa pisang semakin manis. Namun, saat mulai timbul warna coklat-coklat(busuk) maka rasa manis pun hilang. Rasa manis dikarenakan starch(pati) diubah menjadi glukosa dan semakin lama pembentukan asam semakin banyak. Itu sekilas tentang flavour pisang. Mari coba melihat lebih mendalam pada 'maturity and ripening'.

Proses pematangan buah, ada 4 tahap, yaitu:
- growth(terjadi perubahan ukuran buah/membesar)
- maturation
- ripening
- senescence

Waktu optimum untuk pemetikan  tidaklah sama, melainkan tergantung beberapa faktor :
tujuan varietas, pemetikan, cuaca, dan lokasi 


Beberapa perubahan yang terjadi selama ripening :
1. Perubahan warna
    terdapat 3 enzyme yang berperaan dalam perubahan warna ini: chlorophyll(hijau), carotenoid(merah),
    Flavonoid(kuning). Mekanismenya yaitu disappearrance of chlorophyll(kehilangan warna hijau) diikuti
    munculnya pigmen carotenoid dan flavonoid. 
2. Perubahan rasa/flavour
    Komponen yang berperan yaitu: ester, ethanol, aldehyde, acid dan keton. Berkurangnya asam organik  
    meningkatkan permeabilitas membran sehingga acid bisa berdfusi ke dalam sel respirasi dan ini menjadkan
    volume buah bertambah(size changing).
3. Perubahan tekstur
    Kandungan pectic sangatlah menentukan dalam hal ini, dimana terjadi 2 proses utama yaitu:
    - depolimerisasi/shortening pada rantai poligalacturonic
    - deesterifikasi atau pemutusan gugus methil dari polimer
    dengan bantuan enzim: pectinesterease, polygalacturonase, gluconase dan beta-galactosidase

Dalam proses senescence, anabolic(reaksi penguraian) menggantikan anabolic(reaksi pembentukan), tahap ini diindikasikan dengan perubahan warna kulit dari kuning menjadi hitam dan juga pulp yang menjadi lebih lembut.



Pengaruh gas etilen pada ripening :
1. hidrolisis starch menjadi glukosa
2. degradasi dinding sel dan pelembutan jaringan
3. sintesis pigmen
4. sintesis flavour/rasa
Adapun Etilen dhasilkan dari respirasi dalam ripening/senescence.
Faktor yang meningkatkan etilen:
- pematangan pada saat panen
- kerusakan pada fisik buah
- adanya penyakit buah
- suhu tinggi/rendah
- water stress(tegangan air)

Kontrol pembentukan gas etilen bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
- menurunkan suhu penyimpanan
- mengurangi kadar O2 hingga <8%
- treatmen menggunakan inhibitor (ACC)
- rekayasa genetik