Thursday, January 30, 2014

Pertengkaran kecil



Teringat dua bocah tengah berlarian di ruang tegah sebuah rumah. Gadis kecil berkaos biru motif pikachu terus berlari mengejar lawannya yang berkaos merah bermotif sama. Tampaknya, mereka sedang memperebutkan sesuatu. Tak hanya gaduh langkah kaki yang terdengar. Sahuttan teriak dari keduanya pun terdengar lebih kencang.
“Mae... mae...”, teriak anak berkaos merah, memanggil-manggil ibunya.
“Hiyo kowe.. mene... balike...”, (1 , sahut anak berkaos biru.
Di tengah lariah mereka, tampak sebuah boneka karet berukuran mini tergeletak di lantai, tak pada tempatnya. Boneka itu tiba-tiba menyentuh kaki si kaos merah yang sedang berlari kencang. Terjatuhlah anak itu, tersungkur di lantai plester abu-abu.
“Aaa... huhuhung..umm..”, teriak tagis si kaos merah, kencang, begitu kencang. Wajarnya, lututnya lecet. Tak hanya itu, bibirnya pun merah berlumur darah karena bibirnya bagian dalam sobek, terjebit oleh gigi begitu keras.
“Mbak Kirani nakal..... ” ,                                                                                                                                                            ucap dia sambil menangis, ucapannya pu tak terdengar jelas.
Si Kirani, bocah berkaos biru tampak kaget. Wajahnya yang tadinya penuh emosi mengejar adiknya, seketika menjadi pucat, membisu melihat darah dari mulut adiknya. Perlahan Kirani mendekat, mengelus pundak adiknya pelan sambil berkata,
“Sssstttt.... diam dek.. nanti dimarahin ibu.”, kata Kirani.
Dengan pelan diuasapkannya bagian depan kaos adiknyapada bibir yang berdarah itu. Tangis adiknya semakin kencang, munngkin karena sakit. Kirani bingung. Diambilnya lah sebuah coklat merek “Bronz” yang terjatuh dari tangan si adik. Kemudian coklat itu diberikannya kepada Lilis, adiknya. Ternyata coklat ini lah yang menjadi penyebab utama mereka berkejaran.
“Ssssttt.... diam dek... diam...”
Belum sempat Lilis diam, sang iu datang.
“Ada apa ini? Mbak Kirani nakal ya?”
Dengan tegas Kirani menjawab,
“Nggak kok Bu. Lilis yang ngrebut coklat itu”, kata Kirani sambil menunjuk coklat yang dipegang Lilis.
 “Ini kan punyaku”, sahut Lilis
“Bukan.. itu punyaku”, balas Kirani
Lagi-lagi bertengkar. Bagi mereka, tiada hari tanpa tengkar. Sang ibu, yang sudah terbiasa dengan itu tampak lihai mendamaikan keduanya.
“Hayo... yang mulai siapa tadi?”, tanya ibu
“Lilis...”, kata Kirani..
“Kirani kok...”, kata Lilis
keduanya saling menuduh. Jika dibiarkan, biasanya bakalan looping, muter terus tanpa berujung.
“Sudah sudah... sama saja. Yang memulai ya salah, yang diledek juga harusnya nggak usah mbales ngledek. Udah ya... damai ya.. ayo salaman”
Dengan muka cemberut keduanya salaman. Ibu pun segera menuntun keduanya.
Langit semakin gelap. Mereka berdua kini tampak akur. Keduanya tak lagi tampak kusut dan kumus-kumus, melainkan sudah wangi khas bedak “Okana” dan aroma minyak kayu putih. Kirani memakai rok susun hujau tua bermotif semacam daun teh dan kaos putiih, sedangkan Lilis mengenakan rok susun bermotif bunga mawar dan kaos pink. Keduanya duduk bersama, asik bermain “congklak”. Ibu pun tersenyum dari kejauhan.

Wednesday, January 29, 2014

Menemukan sesuatu yang hilang (part 00)



Mimpi adalah kunci; - salah satu kalimat dalam syair lagu “Laskar Pelangi”.
Bisa jadi benar dan memang selama ini aku masih mengakuinya benar. Mimpi bisa berarti peristiwa dalam dunia bawah alam sadar, yaitu saat kita tertidur. Mimpi juga bisa diartikan sebuah keinginan, asa, dan harapan yang kuat untuk melakukan atau mendapatkan sesuatu. Keduanya memiliki garis hubungan yang cukup kuat. Saat seseorang di dalam tidurnya bermimpi mendapatkan hadiah mobil, misalnya. Maka jika ia merasa itu adalah mimpi yang baik, dan ia tertarik pada mimpi itu, maka ia pun akan segera menjadikan mimpi imajinasinya itu menjadi mimpi dunia nyatanya. Artinya, dalam dirinya akan muncul rasa “ingin” untuk memilikinya. Dari rasa “ingin” itu kemudian ia akan membayangkan betapa senangnya jika bisa mendapatkan. Setelah tersadar dari bayangannya itu, orang yang tak sekedar mimpi kosong akan berusaha memikirkan bagaimana mendapatkannya dan timbullah berbagai rencana dan usaha untuk mewujudkannya. Mimpi yang kemudian ditekadkan menjadi sebuah cita-cita tidak semua datang dari mimpi dalam tidur. Bisa jadi karena melihat sekitar atau istilahnya karena terinspirasi dari orang-orang di sekitarnya. Atau bisa jadi muncul secara tiba-tiba. Bahkan, ada yang dari inspirasinya itu sampai terbawa dalam mimpi tidurnya. Nah, yang seperti ini artinya mimpi di dunia nyatanya menjelma menjadi mimpi tidurnya. Mimpi tidurnya tadi memperkuat impian sesungguhnya. Keduanya sali berkaitan. Jika sekian juta orang memiliki mimpi saat mereka tidur, itu adalah hal yang wajar. Namun, memiliki mimpi di dunia nyata dan berjuang keras hingga mewujudkannya adalah hal yang luar biasa. Dan, jika mimpi yang diwujudkannya dengan segenap pegorbanan adalah bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk orang yang ia sayangi, maka boleh jadi akan sulit ditemui. Sanggupkah aku mewujudkan mimpiku itu untuk ketiga adikku tercnta? Bismillah...akan kuperjuangkan.

            Demikianlah tulisan singkat yang Rini baca diary kakaknya yang sudah sepuluh hari meninggal. Rini sangat terpukul membaca tulisan itu. Seolah ingin memutar kembali kejadian dua puluh tahun silam. Ia ingin membaca kembali tulisan-tulisan kakaknya yang sejak dulu disodorkan padanya, tetapi ia tak pernah mau membacanya. Air mata Rini mengalir deras, namun tak bisa menjadikan abu hasil pembakaran satu kardus tulisan kakaknya yang diberikan itu. Ia mengira bahwa tulisan-tulisan usang itulah yang membuat kakaknya tidak maju bahkan tidak berkembang, hanya berkutat pada buku dan bolpoinnya. Sebenarnya, kakaknya bukanlah seorang pecundang yang hanya mengurung diri di rumah dan sibuk dengan dua benda kesayangannya. Namun, justeru kakaknya lah yang aktif membantu biaya sekolahnya hingga lulus sarjana sains. Kakaknya hanya ingin menyembunyikan semua itu dari adik kesayangannya. Lambat laun, Rini pasti akan tahu yang sebenarnya terjadi. Bisa jadi lewat cerita-cerita yang ia tuliskan atau benda-benda milik kakaknya yang ia rasa tak penting. Satu hal yang bisa Rini percaya dari kakaknya adalah bahwa jika seseorang tidak tahu apa yang dia inginkan, maka ia hanya akan seperti mayat hidup, berjalan tanpa tujuan. Dan, tujuan hidup itu hanya satu; mendapatkan ridho-Nya. Namun, Rini tak mampu melihat prinsip itu pada diri kakaknya. Ia terlalu berburuk sangka pada kakakny.
           


-sebuah fiksi-
30 Januari 2014

Saturday, January 11, 2014

Merindukan Mereka


Melihat riangnya anak-anak di festival muslim tadi, Aulia jadi kepikiran anak-anaknya di Jawa Timur. Ia merindukan mereka, sangat rindu. Rindu melihat senyum ceria mereka, rindu mendengarkan cerita-cerita mereka di sekolah, rindu mendengarkan keluh-kesah mereka mengenai kesulitan belajar bahkan biaya sekolah. Ya, Aulia memiliki 16 anak dari berbagai daerah; Surabaya, Gresik, Lamongan, Jombang, Jember, Pasuruan, Ponorogo, dan juga Trenggalek. Anak-anak itu adalah para penerima beasiswa Putih Abu-abu Scholarship (PAS). Meskipun tak ada garis keturunan diantara Aulia dan mereka, tetapi Aulia menganggap merka adalah anak-anaknya. Setiap tiga bulan sekali, Aulia memikirkan pembayaran SPP sekolah mereka.
Aulia tidak bekerja sendirian, melainkan bekerja bersama tim yang hebat. Dalam keadaan seperti apapun, dimanapun, bahkan tanpa gaji pun mereka tetap bekerja untuk PAS, untuk masa depan anak-anak bangsa. Mereka tak berdomisili pada kota yag sama. Mereka ada yang tinggal di Surabaya, Mojokerto, Blitar, Balikpapan, Jakarta, Thailand, Taiwan bahkan Perancis. Akan tetapi, semangat mereka tetap menyala. Oleh karenanya, bagi Aulia tahun ini adalah tantangan tersendiri bagi Aulia karena harus memimpin PAS dari jarak jauh. Rapat yang biasanya dilakukan secara langsung pun, tahun ini hanya bisa teleconference. Tetapi, semua itu ia jalani dengan sepenuh hati dan alhamdulillah PAS masih berjalan lancar.
PAS, my beloved family. I miss you so bad. I will come to meet all of you soon. Kata Aulia dalam hati.
Sebenarnya setiap ada kesempatan pulang ke Indonesia, Aulia pun selalu tak ingin melewatkan kesempatan untuk menemui para pejuang PAS baik di Jakarta maupun Surabaya. Menyambung silaturrahim. Namun, malam ini ada yang mengganjal di hatinya malam ini. Ia benar-benar ingin menemui para grantees (penerima beasiswa) PAS, mengadakan gathering dan pelatihan untuk mereka. Meskipun kegiatan ini direncanakan pada akhir tahun 2013 hingga awal 2014, tetapi ia benar-benar ingin mengadakannya segera. Sabar..sabar, ada waktunya, hiburnya dalam hatinya  sendiri.
Sepanjang perjalanan pulang ia tidak tertidur pulas di kendaraan seperti biasanya. Ia sibuk dengan pikirannya sendiri, mengingat masa-masa kegiatan sosial bersama PAS dan juga SSFSC.  Dua organisasi yang murni bergerak dibidang sosial pendidikan. Aulia juga terbayang-bayang oleh kegiatan sosial setiap semester yang ia adakan bersama SSFSC. Mulai dari pelatihan internet untuk para guru, Making a Better Village (membangun perpustakaan di desa Tambak Dono, rehab sekolah; mejadi tukang bangunan sementara, penghijauan, dan pelatihan kerajinan), Super Mom for Super Family (meliputi pelatihan keterampilan memasak, kesehatan, kerajinan tangan, parenting, dan juga pemilihan Super Mom), Aku Sehat-Kamu Sehat-Kita Sehat (Pelatihan kesehatan, cek kesehatan gratis, jalan sehat, lomba anak-anak, dll), Making Future Leader (memberikan pelatihan kepribadian dan kepemimpinan serta perlombaan untuk anak-anak jalanan dan juga anak yatim), dan masih banyak yang lain.
Masih terlihat jelas wajah-wajah anak-anak jalanan di daerah yang begitu polos. Meskipun mereka sedikit nakal, tetapi sebenarnya mereka pintar, baik hati dan puya semangat tinggi.
“Aku salut sama SSC”, celetuk Aulia pelan di dalam mobil menuju dormitory kampus. Temannya yang mendengar pun seketika kaget.
“Kenapa Aulia? Kamu ngobrol sama aku kah?”
“Oh... nggak..lagi ngigau aja. Hehe..”
“Ngigau, maksudnya? Kamu kan nggak lagi tidur Aulia..”
Aulia hanya terseyum.
“Lia...kamu waras kan?”, tanya temannya sambil pura-pura panik, memegangi dahi Aulia.
“Ya...I'm ok”, jawab Aulia.

Perjalanan yang panjang cukup menemani Aulia bersama kenangannya di Surabaya dan imajinasi akan kepulangannya nanti ke tanah air.