Wednesday, January 29, 2014

Menemukan sesuatu yang hilang (part 00)



Mimpi adalah kunci; - salah satu kalimat dalam syair lagu “Laskar Pelangi”.
Bisa jadi benar dan memang selama ini aku masih mengakuinya benar. Mimpi bisa berarti peristiwa dalam dunia bawah alam sadar, yaitu saat kita tertidur. Mimpi juga bisa diartikan sebuah keinginan, asa, dan harapan yang kuat untuk melakukan atau mendapatkan sesuatu. Keduanya memiliki garis hubungan yang cukup kuat. Saat seseorang di dalam tidurnya bermimpi mendapatkan hadiah mobil, misalnya. Maka jika ia merasa itu adalah mimpi yang baik, dan ia tertarik pada mimpi itu, maka ia pun akan segera menjadikan mimpi imajinasinya itu menjadi mimpi dunia nyatanya. Artinya, dalam dirinya akan muncul rasa “ingin” untuk memilikinya. Dari rasa “ingin” itu kemudian ia akan membayangkan betapa senangnya jika bisa mendapatkan. Setelah tersadar dari bayangannya itu, orang yang tak sekedar mimpi kosong akan berusaha memikirkan bagaimana mendapatkannya dan timbullah berbagai rencana dan usaha untuk mewujudkannya. Mimpi yang kemudian ditekadkan menjadi sebuah cita-cita tidak semua datang dari mimpi dalam tidur. Bisa jadi karena melihat sekitar atau istilahnya karena terinspirasi dari orang-orang di sekitarnya. Atau bisa jadi muncul secara tiba-tiba. Bahkan, ada yang dari inspirasinya itu sampai terbawa dalam mimpi tidurnya. Nah, yang seperti ini artinya mimpi di dunia nyatanya menjelma menjadi mimpi tidurnya. Mimpi tidurnya tadi memperkuat impian sesungguhnya. Keduanya sali berkaitan. Jika sekian juta orang memiliki mimpi saat mereka tidur, itu adalah hal yang wajar. Namun, memiliki mimpi di dunia nyata dan berjuang keras hingga mewujudkannya adalah hal yang luar biasa. Dan, jika mimpi yang diwujudkannya dengan segenap pegorbanan adalah bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk orang yang ia sayangi, maka boleh jadi akan sulit ditemui. Sanggupkah aku mewujudkan mimpiku itu untuk ketiga adikku tercnta? Bismillah...akan kuperjuangkan.

            Demikianlah tulisan singkat yang Rini baca diary kakaknya yang sudah sepuluh hari meninggal. Rini sangat terpukul membaca tulisan itu. Seolah ingin memutar kembali kejadian dua puluh tahun silam. Ia ingin membaca kembali tulisan-tulisan kakaknya yang sejak dulu disodorkan padanya, tetapi ia tak pernah mau membacanya. Air mata Rini mengalir deras, namun tak bisa menjadikan abu hasil pembakaran satu kardus tulisan kakaknya yang diberikan itu. Ia mengira bahwa tulisan-tulisan usang itulah yang membuat kakaknya tidak maju bahkan tidak berkembang, hanya berkutat pada buku dan bolpoinnya. Sebenarnya, kakaknya bukanlah seorang pecundang yang hanya mengurung diri di rumah dan sibuk dengan dua benda kesayangannya. Namun, justeru kakaknya lah yang aktif membantu biaya sekolahnya hingga lulus sarjana sains. Kakaknya hanya ingin menyembunyikan semua itu dari adik kesayangannya. Lambat laun, Rini pasti akan tahu yang sebenarnya terjadi. Bisa jadi lewat cerita-cerita yang ia tuliskan atau benda-benda milik kakaknya yang ia rasa tak penting. Satu hal yang bisa Rini percaya dari kakaknya adalah bahwa jika seseorang tidak tahu apa yang dia inginkan, maka ia hanya akan seperti mayat hidup, berjalan tanpa tujuan. Dan, tujuan hidup itu hanya satu; mendapatkan ridho-Nya. Namun, Rini tak mampu melihat prinsip itu pada diri kakaknya. Ia terlalu berburuk sangka pada kakakny.
           


-sebuah fiksi-
30 Januari 2014

No comments:

Post a Comment