Mimpi adalah kunci; - salah satu kalimat dalam syair lagu
“Laskar Pelangi”.
Bisa
jadi benar dan memang selama ini aku masih mengakuinya benar. Mimpi bisa
berarti peristiwa dalam dunia bawah alam sadar, yaitu saat kita tertidur. Mimpi
juga bisa diartikan sebuah keinginan, asa, dan harapan yang kuat untuk
melakukan atau mendapatkan sesuatu. Keduanya memiliki garis hubungan yang cukup
kuat. Saat seseorang di dalam tidurnya bermimpi mendapatkan hadiah mobil,
misalnya. Maka jika ia merasa itu adalah mimpi yang baik, dan ia tertarik pada
mimpi itu, maka ia pun akan segera menjadikan mimpi imajinasinya itu menjadi
mimpi dunia nyatanya. Artinya, dalam dirinya akan muncul rasa “ingin” untuk
memilikinya. Dari rasa “ingin” itu kemudian ia akan membayangkan betapa
senangnya jika bisa mendapatkan. Setelah tersadar dari bayangannya itu, orang
yang tak sekedar mimpi kosong akan berusaha memikirkan bagaimana mendapatkannya
dan timbullah berbagai rencana dan usaha untuk mewujudkannya. Mimpi yang
kemudian ditekadkan menjadi sebuah cita-cita tidak semua datang dari mimpi
dalam tidur. Bisa jadi karena melihat sekitar atau istilahnya karena
terinspirasi dari orang-orang di sekitarnya. Atau bisa jadi muncul secara
tiba-tiba. Bahkan, ada yang dari inspirasinya itu sampai terbawa dalam mimpi
tidurnya. Nah, yang seperti ini artinya mimpi di dunia nyatanya menjelma
menjadi mimpi tidurnya. Mimpi tidurnya tadi memperkuat impian sesungguhnya.
Keduanya sali berkaitan. Jika sekian juta orang memiliki mimpi saat mereka
tidur, itu adalah hal yang wajar. Namun, memiliki mimpi di dunia nyata dan
berjuang keras hingga mewujudkannya adalah hal yang luar biasa. Dan, jika mimpi
yang diwujudkannya dengan segenap pegorbanan adalah bukan untuk dirinya sendiri
melainkan untuk orang yang ia sayangi, maka boleh jadi akan sulit ditemui.
Sanggupkah aku mewujudkan mimpiku itu untuk ketiga adikku tercnta?
Bismillah...akan kuperjuangkan.
Demikianlah tulisan singkat yang
Rini baca diary kakaknya yang sudah sepuluh hari meninggal. Rini sangat
terpukul membaca tulisan itu. Seolah ingin memutar kembali kejadian dua puluh
tahun silam. Ia ingin membaca kembali tulisan-tulisan kakaknya yang sejak dulu
disodorkan padanya, tetapi ia tak pernah mau membacanya. Air mata Rini mengalir
deras, namun tak bisa menjadikan abu hasil pembakaran satu kardus tulisan
kakaknya yang diberikan itu. Ia mengira bahwa tulisan-tulisan usang itulah yang
membuat kakaknya tidak maju bahkan tidak berkembang, hanya berkutat pada buku
dan bolpoinnya. Sebenarnya, kakaknya bukanlah seorang pecundang yang hanya
mengurung diri di rumah dan sibuk dengan dua benda kesayangannya. Namun,
justeru kakaknya lah yang aktif membantu biaya sekolahnya hingga lulus sarjana
sains. Kakaknya hanya ingin menyembunyikan semua itu dari adik kesayangannya.
Lambat laun, Rini pasti akan tahu yang sebenarnya terjadi. Bisa jadi lewat
cerita-cerita yang ia tuliskan atau benda-benda milik kakaknya yang ia rasa tak
penting. Satu hal yang bisa Rini percaya dari kakaknya adalah bahwa jika
seseorang tidak tahu apa yang dia inginkan, maka ia hanya akan seperti mayat
hidup, berjalan tanpa tujuan. Dan, tujuan hidup itu hanya satu; mendapatkan
ridho-Nya. Namun, Rini tak mampu melihat prinsip itu pada diri kakaknya. Ia terlalu berburuk sangka pada kakakny.
-sebuah fiksi-
30 Januari 2014
No comments:
Post a Comment