Friday, October 25, 2013

A little thing


 Bismillahirrahmanirrahim....


Perjalanan dimulai. Seorang anak kecil berambut ikal dengan warna hitam lekat berlarian menjauh dari jangkauan ibunya yang tengah duduk di kursi nomor 16. Disambarnya sebuah gantusi ngan kunci bermotif boneka burung hantu warna-warni khas Chiang Mai yang tergantung rapi di tas warna cokelat. Wal hasil, pemilik tas pun kaget dan terperanjat dari tidurnya.
“Innalillah..”, sebut si gadis belia dengan seragam SMU-nya.
Si kecil pun tak peduli, ia masih asik dengan gantungna kunci itu. Wajahnya yang imut dan polos membuat raut wajah si gadis belia menjadi cerah seketika. Seolah pemuda yang terpana oleh pesona cleopatra. Yang namanya anak kecil, benda apapun sudah terbiasa dimasukkannya ke mulut. Satu..dua..tiga.. gantungan kunci itu pun perlahan diangkat dengan kedua tangan si kecil yang imut. Belum sempat sampai ke mulut, dua tangan kanan perempuan yang lebih tua darinya sama-sama meraih gantungan kunci itu, berusaha menghalangi tingkah si kecil tadi.
“Aduuh...maaf ya tante. Si aliya emang suka gini, nggangguin orang mulu”. Jelas sang ibu dari si kecil Aliya sambil menggendong Aliya dengan sedikit paksa. Aliya pun menolak dengan kuat. Tak mau melepas gantungan kunci yang dia temukan tadi. Aliya pun menangis. Hampir semua penumpang memperhatikan tangisan Aliya. Namun Aliya tak peduli. Pandangannya tetap tak lepas dari gantungan kunci itu.
Dengan segera, si gadis belia tadi menjawab permintaan maaf ibunya Aliya.
“Oh.. ndak papa Bu. Saya malah suka lihat anak kecil. Apalagi imut kayak Aliya”. Sahutnya sambil melepas gantungan kuci dari ujung resleting tas coklat kesayangannya. Dengan gembira ia pun memberikan gantungan kunci itu kepada Aliya. Dipegangnya tangan kanan Aliya kemudian diletakkanlah pula benda itu di tangan kanan Aliya sembari berkata,
“Ini buat Aliya ya sayang. Jangan nangis lagi. Ummm..” ucapnya sambil mencubit gemas pipi tembem Aliya.
“Waduuuh tante, ndak usah. Ini kan punya tante, nanti mau dipakai”, ujar si ibu sambil berusaha mengambil alih gantungan kunci.
“Ndak papa Bu, saya masih punya banyak. Itu buat Aliya”, jawab si gadis belia. “Ya kan cantik..”, tambahnya sambil mencubit gemas pipi tembem Aliya lagi.
“Wah tante.. jadi ngrepotin dobel nih. Udah ngganggu, malah dikasi hadiah. Makasi banyak ya tante..”, ucap si ibu sambil seolah meminta si Aliya untuk mengucapkan terima kasih pada tante itu.
“Sama-sama..”, jawabnya
“Oiya.. namanya siapa tante?”, tanya si ibu
“Saya Arin. Silahkan duduk disini, Bu. Kebetulan sebelah saya kosong”, Arin menawari kursi kosong sebelahnya sambil ia bergeser ke arah kursi dekat jendela.
“Terima kasih tante. Saya kebetulan sama bapaknya Aliya. Itu di belakang” Jawab si Ibu sambil menunjuk ke kursi nomor 15. Aliya pun sibuk bermain dengan gantungan kunci itu tanpa protes dari gendongan ibunya. Sembari bercakap-cakap, si ibu sesekali membenarkan posisi gendongan Aliya agar nyaman.
“Tante Arin sendirian? Mau kemana?”, tanya si Ibu.
“Iya Bu, saya mau pulang ke rumah. Tadi ada telpon untuk segera pulang”
“Rumahnya dimana?”
“Di Pemalang. Sekitar 6 jam dari sini”
“Em.. jauh juga ya?”
Tiba-tiba, bus pun mendadak direm. Untungnya si ibu pegangan erat. Aliya pun masih berada dalam gendongan ibunya tanpa respon apapun.
“Ya Allah... kaget. Kok rem mendadak sih ada apa. Untung... Aliya ndak jatuh ya nak”, ujar si ibu sambil memeluk tubuh kecil Aliya. Kemudian si Ibu mencium pipi Aliya dan mengusap rambunya.
“Ya sudah ya Tante.. saya ke belakang dulu” si ibu berjalan ke belakang sambil berjalan pelan mengimbangi laju bus yang cukup kencang.
Waktu terus berjalan mengiringi laju bus, langkah kaki, hembusan angin dan juga putaran bumi. Sudahlah tak tampak lagi bus tempat Arin, Aliya dan ibunya bercakap-cakap. Hijaunya jalanan sepanjang bus melintas berkurang perlahan. Tergantikan megahnya bangunan-bangunan era 2000an. Kini, rumah joglo bukanlah bangunan populer di tempat itu, melainkan bangunan berdinding-dinding kaca yang sedang trend.
***
Pagi itu, suasana kantor “Nani-kore de Alimantaire” tampak ramai. Tak hanya aktivitas para pegawai saja, melainkan hari ini adalah hari penyambutan para penerima beasiswa NKF(Nani kore Foundation) di Kota Sakura. Ya, beasiswa ini dikhususkan bagi pelajar Indonesia untuk mengikuti summer school di Jepang dan Perancis. Puluhan schoolars dari seluruh Indonesia Raya tengah larut dalam hangatnya suasana welcome party.
“Saya harap kita bisa menjadi satu keluarga yang saling menjaga satu sama lain meski hanya berjumpa sebentar. Dua bulan bisa jadi waktu yang lama dan bisa jadi juga adalah waktu yang singkat. Tapi, percayalah. Saat kalian akan pulang ke tanah Air nanti, kalian akan merasa waktu berjalan begitu cepat. Seolah ingin menambah 1 hari jadi 37 jam. So, manfaatkanlah waktu kalian sebaik-baiknya disini. Don't be later. Baiklah, sekian sambutan dari saya. Good luck for your study.. have a nice journey in Japan. Arigato..”, wanita paruh baya itu kemudian berjalan menuju para scholars. Dijabatlah tangan mereka satu-per-satu. Saat berada pada jabatan tangan ketiga, dia merasa ada suatu perasaan yang aneh. Tampaknya ada sesuatu yang sama dengan dirinya pada anak itu. Tapi entahlah, dia segera enyah dari pikirannya itu kemudia melanjutkan bersalaman pada scholars lain.
Jarum jam masih setia berputar mengikuti polanya. Pagi berganti siang kemudian sore dan malam. Lalu, kembali pagi(lagi) hingga Sang Kuasa menghentikan putaran bumi. Pagi yang cerah. Betapa tidak cerah, matahari bersinar begitu cantik. Tak redup, tak sayup dan tak pula menyilaukan. Hangatnya pun tak berlebihan. Di atas rerumputan hijau itu lah para scholars bersama NK-family melakukan senam bersama yang. Kali ini bukanlah “senam kreatif” ala pengkaderan alias ospek yang biasanya sarat gerakan aneh-aneh yang diminta senior. Hehe.. Semua peserta tampak riang meski sebenarya senam ini menguras tenaga. Bagaimana tidak? 60 menit non stop dengan sekian banyak gerakan. Apakah gerangan yang membuat mereka tetap riang? Maybe because of their high passion to sport, even with an enjoyable gymnastic.
“well, now is the time for us to go to your room and please prepare your self to the next programs”, seru panitia pada semua peserta senam.
Beramai-ramailah mereka kembali ke kamar masik untuk bersiap diri. Masing-masing mengambil beberapa titipan mereka ke panitia. Bukan koper besar atau belanjaan yang dititipkan, tapi sekedar handphone atau pun benda berharga lainnya. Satu, dua, tiga berbaris ke belakang untuk mengambilnya. Tidak uyel-uyelan seperti anti sembako atau daging Qurban yaa.
“Elisa..”, panitia memanggil nama peserta satu per satu. Gadis bernama Elisa pun mengambilnya.
“Dhoni..”
“Kiki...”
“Salman...”
“Stevani...”
“Nando...”
“Ayu...”
Dan masih disebutkannya nama-nama itu hingga tertinggal satu orang yaitu Aliya.
“What's your name, sister?”
“I'm Aliya. Is there my small bag?”
“What's bag? I don't know. Maybe you left it in your room..”
“No. I'm sure that I put here”, jelas Aliya sambil menunjukkan ke kotak tempat ia menaruh tas kecilnya. Aliya tampak resah dan matanya hampr berkaca-kaca. Ia pun duduk sementara panitia mencoba menyakan ke yang lain bilamana terbawa mereka.
“Sudah Al.. ditunggu saja,. Pasti nggak ilang kok. Mungkin ada yang mengamankan atau naksir kali sama tas kamu. Hehe..”, Sherly pun meghiburnya pelan.
“Tapi Sher.. disitu itu ada barang yang sangat berharga buatku. Emang sih nilai rupiahnya gak seberapa. Tapi itu penyemangat aku..”
-------------------------
#to be continued

2 comments: