Bismillahirrahmanirrahim....
Perjalanan dimulai. Seorang anak kecil berambut ikal dengan warna
hitam lekat berlarian menjauh dari jangkauan ibunya yang tengah duduk
di kursi nomor 16. Disambarnya sebuah gantusi ngan kunci bermotif
boneka burung hantu warna-warni khas Chiang Mai yang tergantung rapi
di tas warna cokelat. Wal hasil, pemilik tas pun kaget dan
terperanjat dari tidurnya.
“Innalillah..”, sebut si gadis belia dengan seragam SMU-nya.
Si kecil pun tak peduli, ia masih asik dengan gantungna kunci itu.
Wajahnya yang imut dan polos membuat raut wajah si gadis belia
menjadi cerah seketika. Seolah pemuda yang terpana oleh pesona
cleopatra. Yang namanya anak kecil, benda apapun sudah terbiasa
dimasukkannya ke mulut. Satu..dua..tiga.. gantungan kunci itu pun
perlahan diangkat dengan kedua tangan si kecil yang imut. Belum
sempat sampai ke mulut, dua tangan kanan perempuan yang lebih tua
darinya sama-sama meraih gantungan kunci itu, berusaha menghalangi
tingkah si kecil tadi.
“Aduuh...maaf ya tante. Si aliya emang suka gini, nggangguin orang
mulu”. Jelas sang ibu dari si kecil Aliya sambil menggendong Aliya
dengan sedikit paksa. Aliya pun menolak dengan kuat. Tak mau melepas
gantungan kunci yang dia temukan tadi. Aliya pun menangis. Hampir
semua penumpang memperhatikan tangisan Aliya. Namun Aliya tak peduli.
Pandangannya tetap tak lepas dari gantungan kunci itu.
Dengan segera, si gadis belia tadi menjawab permintaan maaf ibunya
Aliya.
“Oh.. ndak papa Bu. Saya malah suka lihat anak kecil. Apalagi imut
kayak Aliya”. Sahutnya sambil melepas gantungan kuci dari ujung
resleting tas coklat kesayangannya. Dengan gembira ia pun memberikan
gantungan kunci itu kepada Aliya. Dipegangnya tangan kanan Aliya
kemudian diletakkanlah pula benda itu di tangan kanan Aliya sembari
berkata,
“Ini buat Aliya ya sayang. Jangan nangis lagi. Ummm..” ucapnya
sambil mencubit gemas pipi tembem Aliya.
“Waduuuh tante, ndak usah. Ini kan punya tante, nanti mau
dipakai”, ujar si ibu sambil berusaha mengambil alih gantungan
kunci.
“Ndak papa Bu, saya masih punya banyak. Itu buat Aliya”, jawab
si gadis belia. “Ya kan cantik..”, tambahnya sambil mencubit
gemas pipi tembem Aliya lagi.
“Wah tante.. jadi ngrepotin dobel nih. Udah ngganggu, malah dikasi
hadiah. Makasi banyak ya tante..”, ucap si ibu sambil seolah
meminta si Aliya untuk mengucapkan terima kasih pada tante itu.
“Sama-sama..”, jawabnya
“Oiya.. namanya siapa tante?”, tanya si ibu
“Saya Arin. Silahkan duduk disini, Bu. Kebetulan sebelah saya
kosong”, Arin menawari kursi kosong sebelahnya sambil ia bergeser
ke arah kursi dekat jendela.
“Terima kasih tante. Saya kebetulan sama bapaknya Aliya. Itu di
belakang” Jawab si Ibu sambil menunjuk ke kursi nomor 15. Aliya pun
sibuk bermain dengan gantungan kunci itu tanpa protes dari gendongan
ibunya. Sembari bercakap-cakap, si ibu sesekali membenarkan posisi
gendongan Aliya agar nyaman.
“Tante Arin sendirian? Mau kemana?”, tanya si Ibu.
“Iya Bu, saya mau pulang ke rumah. Tadi ada telpon untuk segera
pulang”
“Rumahnya dimana?”
“Di Pemalang. Sekitar 6 jam dari sini”
“Em.. jauh juga ya?”
Tiba-tiba, bus pun mendadak direm. Untungnya si ibu pegangan erat.
Aliya pun masih berada dalam gendongan ibunya tanpa respon apapun.
“Ya Allah... kaget. Kok rem mendadak sih ada apa. Untung... Aliya
ndak jatuh ya nak”, ujar si ibu sambil memeluk tubuh kecil Aliya.
Kemudian si Ibu mencium pipi Aliya dan mengusap rambunya.
“Ya sudah ya Tante.. saya ke belakang dulu” si ibu berjalan ke
belakang sambil berjalan pelan mengimbangi laju bus yang cukup
kencang.
Waktu terus berjalan mengiringi laju bus, langkah kaki, hembusan
angin dan juga putaran bumi. Sudahlah tak tampak lagi bus tempat
Arin, Aliya dan ibunya bercakap-cakap. Hijaunya jalanan sepanjang bus
melintas berkurang perlahan. Tergantikan megahnya bangunan-bangunan
era 2000an. Kini, rumah joglo bukanlah bangunan populer di tempat
itu, melainkan bangunan berdinding-dinding kaca yang sedang trend.
***
Pagi itu, suasana kantor “Nani-kore de Alimantaire” tampak ramai.
Tak hanya aktivitas para pegawai saja, melainkan hari ini adalah hari
penyambutan para penerima beasiswa NKF(Nani kore Foundation) di Kota
Sakura. Ya, beasiswa ini dikhususkan bagi pelajar Indonesia untuk
mengikuti summer school di Jepang dan Perancis. Puluhan
schoolars dari seluruh Indonesia Raya tengah larut dalam hangatnya
suasana welcome party.
“Saya harap kita bisa menjadi satu
keluarga yang saling menjaga satu sama lain meski
hanya berjumpa sebentar. Dua
bulan bisa jadi waktu yang lama dan bisa jadi juga adalah waktu yang
singkat. Tapi, percayalah. Saat kalian akan pulang ke tanah Air
nanti, kalian akan merasa waktu berjalan begitu cepat. Seolah ingin
menambah 1 hari jadi 37 jam. So, manfaatkanlah waktu kalian
sebaik-baiknya disini. Don't be later. Baiklah,
sekian sambutan dari saya. Good luck for your study.. have
a nice journey in Japan.
Arigato..”, wanita paruh
baya itu kemudian berjalan menuju para scholars.
Dijabatlah tangan mereka satu-per-satu. Saat berada pada jabatan
tangan ketiga, dia merasa ada suatu perasaan yang aneh. Tampaknya ada
sesuatu yang sama dengan dirinya pada anak itu. Tapi entahlah, dia
segera enyah dari pikirannya itu kemudia melanjutkan bersalaman pada
scholars lain.
Jarum jam masih setia berputar
mengikuti polanya. Pagi berganti siang kemudian sore dan malam. Lalu,
kembali pagi(lagi) hingga Sang Kuasa menghentikan putaran bumi. Pagi
yang cerah. Betapa tidak cerah, matahari bersinar begitu cantik. Tak
redup, tak sayup dan tak pula menyilaukan. Hangatnya pun tak
berlebihan. Di atas rerumputan hijau itu lah para scholars
bersama NK-family melakukan
senam bersama yang.
Kali ini bukanlah “senam kreatif” ala pengkaderan alias ospek
yang biasanya sarat gerakan aneh-aneh yang diminta senior. Hehe..
Semua peserta tampak riang
meski sebenarya senam ini menguras tenaga. Bagaimana tidak? 60 menit
non stop dengan sekian banyak gerakan. Apakah gerangan yang membuat
mereka tetap riang? Maybe because of their high passion to
sport, even with an enjoyable gymnastic.
“well, now is the time for us to
go to your room and please prepare your self to the next programs”,
seru panitia pada semua
peserta senam.
Beramai-ramailah mereka kembali ke kamar masik untuk bersiap diri.
Masing-masing mengambil beberapa titipan mereka ke panitia. Bukan
koper besar atau belanjaan yang dititipkan, tapi sekedar handphone
atau pun benda berharga lainnya. Satu, dua, tiga berbaris ke belakang
untuk mengambilnya. Tidak uyel-uyelan seperti anti sembako
atau daging Qurban yaa.
“Elisa..”, panitia memanggil nama peserta satu per satu. Gadis
bernama Elisa pun mengambilnya.
“Dhoni..”
“Kiki...”
“Salman...”
“Stevani...”
“Nando...”
“Ayu...”
Dan masih disebutkannya nama-nama itu hingga tertinggal satu orang
yaitu Aliya.
“What's your name, sister?”
“I'm Aliya. Is there my small bag?”
“What's bag? I don't know. Maybe you left it in your room..”
“No. I'm sure that I put here”, jelas Aliya sambil menunjukkan ke
kotak tempat ia menaruh tas kecilnya. Aliya tampak resah dan matanya
hampr berkaca-kaca. Ia pun duduk sementara panitia mencoba menyakan
ke yang lain bilamana terbawa mereka.
“Sudah Al.. ditunggu saja,. Pasti nggak ilang kok. Mungkin ada yang
mengamankan atau naksir kali sama tas kamu. Hehe..”, Sherly pun
meghiburnya pelan.
“Tapi Sher.. disitu itu ada barang yang sangat berharga buatku.
Emang sih nilai rupiahnya gak seberapa. Tapi itu penyemangat aku..”
-------------------------
#to be continued
Nah looooo, apa penyemangatnya? :D
ReplyDeletejawabnnya di episode berikutnyaaa... ditunggu ya... hehe
Delete